Andai Pontianak Punya Burj Khalifa


Burj Khalifa merupakan sebuah pencakar langit yang terletak di Kota Dubai, Uni Emirat Arab. Menara tertinggi di dunia ini memiliki ketinggian 828 meter (2.717 kaki). Bayangkan saja apa yang anda rasakan melihat dunia dari ketinggian seperti itu. Harga tiket yang harus Anda bayarkan untuk menikmati puncak Burj Khalifa adalah AED125 atau Rp 330.000 sedangkan jika anda tidak suka menunggu, anda bisa membayar sekitar AED400 atau sekitar Rp 1 juta untuk masuk secara langsung tanpa antrean.

Qatar yang memiliki menara tertinggi di dunia saat ini, bukan tidak mungkin dapat dikalahkan oleh sebuah Negara kaya lainnya. Bisa saja sebuah Negara mendirikan menara yang ukuran 1 cm lebih tinggi dari Burj Khalifa yang artinya Dubai hanya memiliki menara tertinggi kedua di dunia.

Sebuah keistimewaan bagi Kota Pontianak yang memiliki sebuah monumen satu-satunya di dunia yang kita kenal dengan nama Tugu Khatulistiwa. Tugu dan garis Khatulistiwa juga ada di beberapa wilayah di dunia namun dimanakah dari seluruh penjuru dunia ini yang tepat di titik nol derajat bumi? Apakah ini tidak bisa disebut sebuah keistimewaan bagi Pontianak? Tak ada satupun wilayah di dunia ini yang dapat menyaingi keistimewaan letak geografis monumen yang didirikan pertama kali pada tahun 1928 ini.

Saya membayangkan setiap tanggal 23 pada bulan Maret dan September tiap tahunnya, wisatawan dari penjuru dunia berdesak-desakan di jalanan Pontianak menuju Tugu khatulistiwa untuk melihat momen langka yang hanya terjadi di kota ini. Ingin sekali menjadikan momen fenomena langka di Kota ini menjadi daya tarik wisatawan luar. Pontianak tidak perlu bersaing untuk mendirikan menara setinggi Burj Khalifa, semegah Shanghai Tower atau kembar seperti Petronas Tower.

Pada suatu hari…..

Burj Khatulistiwa
Saat ini saya sedang berada di kawasan Tugu Khatulistiwa. Begitu istimewanya ketika masuk ke ruangan paling bawah Tugu Khatulistiwa, orang berbondong-bondong mengantre di depan pintu masuk menuju sebuah lift berteknologi canggih dan sudah tidak sabar melihat bentangan sungai Kapuas dari ketinggian yang memperlihatkan keseluruhan kota yang berdiri pada tahun 1771 ini.

Sambil menunggu antrean yang begitu sesak, saya dan wisatawan lain dimanjakan dengan pemandangan beberapa ruangan yang menjual berbagai oleh-oleh unik tentang Kota Pontianak yang bisa dibawa pulang sebagai souvenir untuk keluarga dan relasi. Begitu bangganya pula ketika melihat wisatawan luar terus memilih dan memborong makanan khas kota Pontianak untuk dibawa pulang. Mereka juga terus memberondong sebuah oleh-oleh untuk bukti perjalanan pengalaman mereka di Pontianak.

Tak terasa lift pun terbuka untuk giliran saya menaiki puncak tertinggi di Kalimantan dan satu-satunya di dunia yang terletak di titik nol derajat bumi ini. Dalam perjalanan ke atas, saya memandang indahnya ciptaan Allah melalui dinding-dinding kristal kaca bangunan. Sempat membayangkan begitu indahnya jika saya menaiki lift ini pada malam hari. Pastinya saya akan dimanjakan dengan kilauan lampu kota dan cahaya bulan bintang yang menambah suasana romantis sepanjang perjalanan ke puncak.

Ah, akhirnya saya sampai di puncak! Inikah yang membuat Pontianak Kota Bersinar ini layak dijadikan destinasi utama setiap bulan Maret dan September? Saya berani menjawab Ya! dengan bangganya. Kenapa tidak, kita memiliki sebuah keunggulan pada letak geografis bumi. Kita juga memiliki sebuah menara pencakar langit, yang mana di menara lainnya hanya memasang antena penangkal petir di ujungnya sedangkan kita meletakkan sebuah tugu sebagai simbol tempat ini merupakan titik tengah bumi.

Saya tidak menyesal mengeluarkan uang Rp 500.000 untuk mengantre ke puncak menara. Sesaknya di depan pintu lift membuat saya berhitung berapa uang yang dihasilkan kota ini setiap harinya dari pengunjung apalagi setiap tanggal 23 Maret dan September. Akhirnya kota ini menjadi kota yang kaya. Saya tidak pernah lagi menemukan jalanan yang berlubang, parit dan sungai yang kotor karena sampah. Tak ada lagi pengemis di jalanan karena semuanya sejahtera. Pemerintah berhasil memanfaatkan monumen dan momen satu-satunya di dunia ini untuk menafkahi seluruh umatnya.

Tapi…

Dengan ditemani segelas kopi susu sachet di meja, saya memutuskan melanjutkan pekerjaan lainnya sambil menunggu kapan momen indah yang diilustrasikan seperti sebuah cerita mimpi tersebut terjadi. Saya bukan seorang Walikota bahkan pengusaha. Hanya seorang yang berharap keindahan membawa keberkahan untuk seluruh masyarakat kota. Semoga mimpi ini menjadi impian yang pastinya akan dapat terwujud walaupun tak pasti kapan itu terjadi. Segelas kopi susu telah habis, saatnya menikmati pemandangan semut berebut sisa manis di gelas sebuah merk susu ibu hamil ini.

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

"Komentar yang baik akan menunjukkan pribadi yang baik pula."

Terima kasih telah berkunjung dan membaca tulisan ini. Bantu SHARE yaa jika berkenan. Silahkan centang beri tahu saya untuk berinteraksi lebih lanjut di kolom komentar.

Salam hangat,
Leemindo.com